SULUT – Teropongsulut, Kebakaran Hutan dan Lahan atau Karhutla di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) masih berpotensi cukup besar.
Selain dikarenakan musim kemarau panjang, Karhutla masih didominasi akibat kesengajaan ulah manusia.
Hal ini terkuak melalui Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tingkat Provinsi Sulawesi Utara yang diselenggarakan di Ruang CJ Rantung, Kantor Gubernur, Kota Manado, Jumat (6/10/2023).
Rakor tersebut turut dihadiri Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi Prof Dr Haruni Khrisnawati, yang merupakan Tim Supervisi Pengendalian Karhutla berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2023. Selain Sulut, tim supervisi melakukan pendampingan di Provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo.
Saat diwawancarai awak media usai rakor, Haruni mengungkapkan kedatangannya di Sulut sebagai tindak lanjut arahan instruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait pengendalian karhutla.
“Pada tahun 2015 yang lalu kan ada kejadian karhutla yang luar biasa sehingga langkah-langkah pencegahan yang diutamakan. Kemudian 2019 kemarin juga ada lagi kebakaran yang besar sehingga kita perlu mengantisipasi diantaranya membentuk tim supervisi yang setiap tahun mungkin nanti akan terjun,” ungkap Haruni.
Menurut Haruni khusus September ada beberapa kejadian karhutla yang terjadi di Sulut, berkaitan hal ini pihaknya bakal melakukan pendekatan baik kepada masyarakat maupun instansi terkait yang menangani karhutla.
Haruni mengatakan akan turut meninjau lokasi kebakaran yang melanda Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo, Kota Manado.
Kebakaran TPA Sumompo terjadi sejak Minggu (1/10/2023), puluhan unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan memadamkan kebakaran sampah.
“Nanti kita juga rencana akan mengunjungi lokasi di TPA Sumompo untuk melihat mungkin langsung dan kita juga mungkin antisipasi ya ke depan supaya itu tidak kejadian seperti itu lagi, bisa memberikan edukasi kepada masyarakat dan juga untuk pendekatan teman-teman di sekitar,” kata Haruni.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Sulut Jemmy Ringkuangan menjelaskan jika Sulut sangat berpotensi terjadinya kebakaran hutan.
Berdasarkan Data BMKG, hampir seluruh kabupaten/kota di Sulut rawan karhutla, kecuali Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (bolsel).
“Bolsel ada iklim terbalik, kita panas mereka di sana hujan,” jelas Ringkuangan.
Perihal kebakaran yang terjadi di TPA Sumompo, terang Ringkuangan, akibat tumpukan sampah. Hal ini cukup berbahaya.
“Membahayakan adalah gas metana yang ada di bawah itu hampir mirip dengan gambut, nah jadi pemadamannya bukan dari atas tapi harus di bawah,” terangnya.
Sepanjang bulan September 2023, Dinas Kehutanan Sulut mengantongi ratusan kasus karhutla, membakar sekitar 1600 ha lahan. Terbesar terjadi di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) dan Minahasa Selatan (Minsel), seluas 1.021 ha, tepatnya di Hutan Lindung Gunung Soputan.
Berdasarkan hasil analisa dinas kehutanan, karhutla disebabkan oleh ulah manusia, yaitu membakar lahan untuk membuka lahan pertanian sehingga api tidak bisa dikendalikan dan menyebar masuk ke hutan.
“Luar biasa kerusakan ekosistem lingkungan yang terjadi, efek sosial, ekonomi, termasuk dampak dampak ikutan lainnya,” sebut Ringkuangan.
“Jadi kami sudah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat baik melalui lembaga-lembaga, media sosial, tempat-tempat pendidikan, ya sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan,” sambungnya.
Ringkuangan menegaskan bakal menindak tegas pelaku pembakaran lahan dan hutan baik sengaja maupun tidak.
“Ada tiga undang undang yang pertama Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar. Undang Undang Perkebunan dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp5 -10 miliyar dan Undang Undang tentang Lingkungan Hidup. Jadi dasar regulasi untuk menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan itu ada produknya, hukumnya undang undang,” tegas menutup.
(SL/*)