Manado,teropongsulut- Pemberitaan yang dilansir media online Manado Post (MP) dengan judul “MANADO Peringkat Tiga Miskin Ekstrim se-Sulut, AA: Pemkot Punya Data” yang diterbitkan tanggal 9 Juni 2024, ternyata tidak sesuai kode etik Jurnalistik no.40 tahun 1999 tentang PERS.
Pasalnya, kuat dugaan tiga narasumber yang berbicara pada berita tersebut tidak pernah ada orangnya alias siluman.
Hal tersebut terkuak dari penelusuran data di Pemkot Manado, Fredrik Lolong, SAB, Febrianto Cris dan David Purukan, MSi, tidak pernah ada identitas tersebut, dengan demikian bisa disimpulkan pemberitaan itu hanyalah opini wartawan penulis berita yang dibangun sendiri untuk menjatuhkan pemerintahan di Kota Manado, sehingga hal itu dianggap menabrak aturan yang berlaku dalam dunia jurnalistik.
Felix Palenewen, Staf Khusus Walikota Manado Bidang Pemberdayaan Komunikasi Publik, menyebut Pemkot Manado sebenarnya ‘Bukan Anti Kritik’ tapi ‘Auto Kritik’ sangat terbuka sebagai fungsi melayani masyarakat.
“Torang sama sama mengerti Kode Etik Jurnalistik. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Silahkan mengkritik pemerintah kota Manado tapi ada dasarnya dan COVER BOTH SIDE kwa, jangan bersifat ‘Khayalan dan Ulasan’. Apalagi ada dugaan mencatut nama narasumber yang sebelumnya tidak dikonfirmasi atau dimintai wawancara/penjelasan, karena tidak ada orangnya,” papar Felix, mantan Jurnalis Pacific TV dan SCTV ini.
Mantan Nyong Sulut ini pun secara tegas menyebut, Manado Post ‘melanggar’ kode etik Jurnalistik no.40 tahun 1999 tentang PERS,
terutama Pasal 2 yang berbunyi, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.
“Ini harus digaris bawahi REKAYASA. Saya pikir sekelas MP tidak profesional dan tidak punya sopan santun sebagai bagian dari etika media terkait yang dijunjung tinggi oleh pekerja media lainnya. Intinya adalah, mencatut nama narasumber yang tidak pernah diwawancarai, menghasilkan berita rekayasa terkait Pemkot Manado.
MP juga melanggar UU ITE, karena informasi ini menyebar di media elektronik dan sejenisnya,” ucapnya lagi.
Dengan demikian ujar Felix, MP juga melanggar Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) menyatakan, setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
“Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, sehingga selain
Somasi Wajib dilakukan jika tidak diklarifikasi oleh Manado Post, ada ancaman hukuman juga yang bisa dijerat, yang berbunyi Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar),” paparnya. (***)